Epen Cupen dan Toba Dreams

Tadi malam saya maraton nonton dua film Indonesia: Epen Cupen dan Toba Dreams. Sebetulnya sasaran utama adalah nonton Toba Dreams bareng Yoga, karena ibunda tercinta sejak beberapa minggu lalu bilang filmnya bagus. Di Kalibata XXI, Toba Dreams cuma diputar sekali sehari, jam 21.15. Daripada bengong nungguin film itu diputar (dan nunggu Yoga datang setelah liputan), saya memutuskan nonton Epen Cupen saja jam 19.00. Kegiatan nonton di bioskop belakangan ini memang lumayan sering, habisnya kawan-kawan mahmud abas (mamah muda anak baru satu) sering bilang puas-puasin, karena mungkin baru 1-2 tahun setelah anak lahir bisa nonton lagi di bioskop ^^;

Ini sedikit ulasan tentang kedua film itu. Selamat membaca, semoga bermanfaat. Kalau bisa, tontonlah Toba Dreams selagi masih ada di bioskop. Filmnya betul bagus, lho.

Epen Cupen The Movie
Komedi

Ceritanya Celo (Klemens Awi Celo), seorang anak Papua, diperintahkan sang ayah untuk mencari saudara kembarnya yang dulu hilang di laut. Sebab, si ayah bermimpi anak kembarnya yang hilang itu tertembak di medan perang. Maka berperahulah Celo dari kampung-entah-di-mana ke Jayapura. Di ibukota Papua itu Celo bertanya kepada banyak orang, di mana gerangan ada medan perang, tempat ia bisa menemukan kembarannya? Ia lalu bertemu dengan Babe (Babe Cabiita) dan tetiba sampai di Jakarta, di mana anggota geng Biawak mengejarnya — mengira ia adalah si kembaran — gara-gara urusan warisan geng Rusa Jantan.

Epen Cupen, istilah Merauke yang merupakan akronim dari “emang penting kah, cukup penting toh” diadaptasi dari kanal video di Youtube. Video dalam kanal itu berisi mop, cerita komedi khas Papua, bikinan anak-anak Merauke, termasuk sutradara dan penulis skenario film panjang ini, Irham Acho Bachtiar, dan aktor utama Klemens Awi Celo.

Film ini patut dipuji karena mengangkat mop dan Papua ke kancah (halah) arus utama yang film domestiknya berkutat dengan latar belakang Jakarta melulu. Sejumlah guyon, kadang agak slapstick, juga sukses memancing tawa penonton macam saya. Penonton juga jadi tahu “kupang” tidak selalu berarti kota di NTT, tapi singkatan “kursi panjang” di tepi pantai Jayapura 🙂

Namun, membuat film panjang memang tak semudah memproduksi film pendek berdurasi 2-5 menit seperti yang terpajang di kanal Youtube Epen Cupen. Saat jadi film panjang, logika cerita bolong-bolong di sana-sini. Akting pemainnya ada di level ya-cukupan-deh. Banyak adegan yang terasa berlebihan, misal kejar-kejaran yang terkesan sekadar mengekspos keahlian parkour beberapa pemainnya. Efek khusus visual juga belum mulus, masih terlihat tempelannya.

Ponten: 7 (dari 10)
Saran: silakan tonton jika kurang kerjaan, butuh hiburan enteng, dan tidak peduli dengan logika cerita.

Toba Dreams
Drama/aksi

Dari Papua, kita beralih ke Sumatera Utara. Film ini mengangkat budaya Batak sekaligus menyuguhkan indahnya pemandangan Danau Toba. Tokoh utama film ini adalah Sersan Tebe (Mathias Muchus) dan anak sulungnya, Ronggur (Vino G. Bastian). Alkisah Tebe adalah seorang bapak yang setelah pensiun, memutuskan memboyong istrinya dan tiga anaknya kembali ke kampung di tepi Toba. Ronggur yang tak pernah akur dengan si ayah tadinya menolak, kemudian menurut, lalu memberontak dan kembali ke Jakarta demi pacarnya, Andini (Marsha Timothy). Plot kemudian berbelok kanan-kiri yang membuat film jadi panjang, tapi semua belokan itu ternyata bukan penambal/penebal cerita, namun berfungsi mengantarkan pesan.

Banyak kritik sosial yang dilontarkan film ini. Mulai dari tentara jujur saat pensiun harus siap hidup pas-pasan, rumah dinas tak seharusnya ditempati pensiunan ataupun keluarganya (ini bikin saya ingat kakek saya dari ibu), orang Batak banyak merantau tapi kembali saat jadi jenazah dan cuma bermegah-megah makam, kotornya lingkungan sekitar Danau Toba, hubungan cinta/benci ayah dan anak, dampak buruk korupsi untuk anak koruptor, kejamnya efek narkotika, pentingnya integritas, sampai nikah beda agama. Tapi pemilihan plot dan cara bertutur film ini cukup apik sehingga membuat penonton — setidaknya saya dan Yoga — tidak merasa diceramahi. Sesekali, adegan komedik muncul dan kami tertawa terbahak-bahak, namun momen sedihnya pun ada sehingga saya menangis berderai-derai.

Akting pemain senior Mathias Muchus dan Jajang C. Noer (berperan sebagai ibunya Tebe) tidak usah dipertanyakan, mereka memang aktor watak yang mumpuni. Akting Vino dan Marsha masih ada di beberapa level di bawah mereka, tapi kualitasnya tentu jauh lebih bagus ketimbang pemain sinetron atau film remaja menye-menye. Kalaupun ada yang mengganjal pada masalah seni peran, untuk saya adalah akting marah yang harus teriak-teriak bikin kuping sakit. Tapi mungkin itu cocok dengan tipikal orang Batak yang kalau bicara volume dan nadanya tinggi, ya, apalagi ketika marah 🙂

Sedikit minus lagi adalah glorifikasi militer dan pendidikan ala militer yang tersirat dalam film. Ya bisa dibilang wajar sih, mengingat penggagas dan produser film ini adalah TB Silalahi yang pensiunan Mayor Jenderal lantas menjabat sebagai petinggi Departemen Pertambangan dan Energi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, dan masuk Dewan Pertimbangan Presiden di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu. Kemudian, pesan sponsor dari Grup Artha Graha muncul bolak-balik, mengingatkan pada kontroversi yang menyebutkan TB Silalahi adalah perantara hubungan “khusus” bos Artha Graha Tommy Winata dengan SBY. Satu lagi, kenapa judul filmnya harus pakai bahasa Inggris, sih? *mulai sok nasionalis*

Bagaimanapun, ini salah satu film Indonesia terbaik yang saya tonton tahun ini. Dalam dua kalimat, Toba Dreams dapat disarikan dalam kutipan ucapan Sersan Tebe, “Keberhasilan itu, bukan karena kau menjadi orang kaya. Tapi, keberhasilan itu karena kau berhasil menjadi orang baik.”

Ponten: 9 (dari 10)
Saran: tonton SECEPATNYA sebelum filmnya lenyap dari layar bioskop!

Gambar Epen Cupen disalin dari http://www.21cineplex.com/data/gallery/pictures/142919144528999_300x430.jpg, poster Toba Dreams dari https://pbs.twimg.com/profile_images/591184790176403456/FdtiTfSa.jpg.

Komentar via Facebook | Facebook comments

← Previous post

Next post →

2 Comments

  1. Kupikir Epen Cupen film cupu tapi kalau dari MOP Papua aku jadi ingin deh.

    • Agak cupu sih. Tapi lumayan lah buat ngisi waktu nunggu Toba Dreams 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *