“Seberapa besar minat kamu kepada diskusi tentang Tuhan?” mendadak ia bertanya padaku, suatu malam (seperti biasa saya lupa kalimat persisnya, tapi kira-kira seperti kutipan itulah).
“Cukup besar,” jawabku sambil tersenyum. Sepertinya percakapan akan cukup seru.
Habislah separuh malam itu oleh perbincangan tentang Sang Maha. Kami berbagi pemahaman tentang Tuhan dan agama dan masalah peradaban yang nyaris selalu dipicu orang-orang yang mengaku beragama. Ia bercerita tentang keraguannya akan dogma Vatikan, aku mengeluhkan penafsiran picik sebagian kaum muslim atas iman. Dia bertanya tentang Islamku, aku bertanya tentang Katoliknya.
Tiba-tiba ia mencium saya lalu berkata, “Kamu pintar, deh.” Halah, kataku dalam hati, sambil merasakan pipi saya memanas, ahem. Yah, kamu bukan orang pertama yang bilang begitu, sayang. Hahaha.
Sungguh, saya menikmati diskusi itu, dan tak berkeberatan mengulanginya lagi. Yuk sayang, kita berdiskusi lagi, berciuman lagi, mumpung kita belum berpusing ria ke mana “kita” akan menuju, senyampang kita masih bisa menikmati kebersamaan dan perbedaan ini.
Leave a Reply