Selama hampir 17 bulan, mengumpulkan Air Susu Ibu Perah (ASIP) jadi bagian dari rutinitas saya sehari-hari. Pompa dan segala perintilannya, juga es dan tas pendingin, setiap hari saya bawa pergi-pulang pakai kereta listrik dan ojek dari pinggir Jakarta ke pusatnya. Semua demi memastikan RK bisa menikmati haknya untuk mendapatkan ASI dan semua manfaat ajaibnya secara maksimal.
Saat masih cuti melahirkan, memompa ASIP dilakukan di malam dan dini hari, saat RK terlelap. Di bulan pertama masuk kantor, kegiatan serupa saya lakukan empat kali sehari karena berkejaran dengan banyaknya ASIP yang dikonsumsi RK pada pagi hingga sore hari. Frekuensi perlahan menurun seiring perubahan pola konsumsi RK, setelah kenal makanan, makin lama makin sedikit ASIP yang dia minum. Selepas RK berulang tahun yang pertama, saya cuma memompa sekali sehari.
Sebulan lalu, RK memutuskan untuk tidak minum ASIP lagi ketika saya bekerja di kantor. Ditawarin pakai botol dot, nggak mau, diberikan melalui gelas, nggak laku. Padahal dulu di hari-hari pertama dia ditinggal ngantor, sehari bisa empat kali minum, masing-masing sekitar 80 ml. Sampai sempat dapat donasi ASIP dari rekan sekantor pula gara-gara dahsyatnya kemampuan nyusu RK.
Hati rasanya agak mencelos, karena memompa ASIP sudah jadi bagian yang demikian besar dalam hidup saya setelah melahirkan. Lalu kini kegiatan ini harus terhenti. Ada sedikit rasa sedih juga, seakan sekarang RK nggak lagi memerlukan saya seperti dulu (maaf, emak lebay). Meski, RK masih menyusu berkali-kali saat malam hari.
Kamu sudah besar ya Nak. Semoga ASIP dan ASI yang kamu minum bermanfaat untukmu. Sehat-sehatlah selalu.
Fotonya kenangan 22 pekan lalu, saat masih mompa ASIP dan main Pokemon Go. Sekarang dua-duanya jadi masa lalu.
Faradesi Ardialisa
Huks. Jadi ikutan sedih.. Ruangan pumping itupun menjadi kenanganku juga. Semoga anak2 kita mendapat benefit yang maksimal dari usaha (aku ga mau bilang pengorbanan, orang seneng melakukannya) kita ya. Amin!