Saat umur bertambah, masalah hidup pun lazimnya ikut bertambah. Kim Dong Hwa melukiskannya dengan cantik dalam komik “Warna Tanah”, bagian pertama dalam trilogi Warna-nya.

Apa yang dialami Ehwa, tokoh utama dalam komik Korea Selatan ini, sebetulnya dialami pula oleh nyaris semua anak-anak dan remaja: belajar beda perempuan dan lelaki, menstruasi pertama, cinta perdana, dan pahitnya patah hati pertama.

Kim menempatkan Ehwa sebagai gadis desa yang dibesarkan oleh ibunya, janda pemilik kedai makan. Dari ibunya Ehwa memahami kenapa perempuan tak punya “burung” alias penis. Dari sang ibu pula Ehwa tahu bahwa saat darah keluar di selangkangannya, ia bukannya bakal mati, tapi justru akan memberi jalan pada hidup: bisa menjadi ibu.

Di sela-sela burung dan darah, Ehwa jatuh cinta pada Chung-Myung, biksu yang ditemuinya di jembatan, lantas beralih hati ke Tuan Muda Sunoo, anak pemilik kebun buah. Sedangkan ibunya terpikat pada pria pengembara, yang akan terus kembali mampir ke rumah dua perempuan itu.

Kalimat-kalimat puitis terselip dalam komik, di sela dialog sehari-hari. Bunga-bunga bertebaran dalam cerita, mulai dari azalea, hollyhock, forsythia, tiger lily, hingga bunga labu.

Garis-garis bersih dipilih Kim untuk menggambarkan kisah Ehwa, yang dibayangkan Kim sebagai cerita masa kecil ibunya sendiri. Kebanyakan panelnya dibiarkan sepi tanpa gambar latar — tak terasa kosong, tapi justru menambah puitis komik ini.

Latar pedesaan dan setting waktu di masa lalu memungkinkan Kim memberi gambaran pada pembaca tentang Korea Selatan di waktu lampau. Mungkin fakta yang didukung riset kuat, tetapi mungkin juga fiksi. Untuk saya yang tak paham betul soal sejarah negeri produsen Hallyu itu, apa yang dilukiskan Kim tampak nyata.

Kim menangkap dengan baik perihal remeh-temeh hingga masalah besar yang dihadapi perempuan. Buku ini layak dijadikan bahan pendidikan seks. Saya sangat kaget ketika tahu ternyata ia pria, bukannya wanita.

Cerita Ehwa dalam komik ini terhenti pada satu hari di masa remajanya. Saya tak sabar ingin membaca dua buku berikutnya dalam trilogi ini, yaitu Warna Air dan Warna Surga.

Warna Tanah, 320 halaman
Kim Dong Hwa
Diterjemahkan dari The Story of Life on The Golden Fields vol. 1 (2003)
Diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (Juni 2010)
Rp 50.000

Komentar via Facebook | Facebook comments