Plesir ke Bank Mandiri dan Kantor Polisi


Kemarin pagi, saya “jalan-jalan” ke Kantor Cabang Bank Mandiri dan Kantor Polisi. Sebabnya, internet banking saya diblokir (kata aplikasi Mobile Mandiri karena salah memasukkan PIN, perasaan sih nggak pernah salah masukin PIN, suwer! *lirik jempol yang gede-gede) dan kartu ATM saya lenyap entah ke mana.

Internet banking saya terblokir sudah cukup lama, mungkin sekitar sebulan, namun tak terlalu mengganggu karena transaksi masih bisa dilakukan melalui ATM. Rada repot tapi ATM Mandiri/Link kan ada di stasiun KRL dan lobi gedung kantor saya. Nah begitu kartu ATM-nya teleport tanpa bilang-bilang sama pemiliknya, saya belingsatan karena bagaimana saya harus membayar tagihan dan transfer buat belanja online?

Maka kemarin saya menyeret diri ke cabang Mandiri terdekat dari kantor. Berprasangka baik, siapa tahu bisa bikin kartu ATM baru berbekal buku tabungan dan KTP — seperti yang Ibu saya lakukan di Bank CIMB Niaga saat kartu ATM-nya lenyap (ini sengaja saya cantumkan untuk membuktikan bahwa orang yang teliti macam Ibuku pun bisa kehilangan barang hahaha).

“Harus ada surat keterangan hilang dari polisi juga, Mbak,” kata Satpam Bank Mandiri.
“Yaaah. Kalau buka blokir internet banking harus pakai surat polisi juga nggak?”
“Silakan ditanyakan ke Customer Service-nya ya,” jawab si Mas Satpam.

Untungnya antrian CS kemarin nggak banyak, cuma ada satu orang sebelum saya. Sepuluh menit kemudian setelah diskusi sama Mbak CS, rupanya untuk buka blokir internet banking, harus ada kartu ATM.

“Kalau nomor kartunya sih saya ada Mbak, apakah cukup?” saya bertanya penuh harap.
“Wah perlu tahu masa berlaku kartunya juga Mbak. Kalau masih ada waktu pagi ini, lebih baik ke Kantor Polisi untuk dapatkan surat keterangan, lalu kembali ke sini untuk membuat kartu baru dan buka blokirnya,” ujar Mbak CS dengan senyum ramah ala CS.

Yah, memang prasangka baik dan harapan tidaklah cukup dalam hidup ini, shay.

Menurut Pak Satpam dan Google Map, ada kantor polisi di Jalan Cikini, sebelum stasiun. Jadi saya mencegat bajaj biru (biar nggak kelamaan nunggu ojek online) dan menuju ke sana. Tapi kok kantor polisinya nggak ketemu? Supir bajaj yang biasanya paling hafal medan sekitar pangkalannya, juga nggak tahu ada kantor polisi di Jalan Cikini.

“Saya tahunya kantor polisi dekat Stasiun Cikini memang ada, tapi belok dikit Mbak,” katanya.
“Oke Pak, kita ke sana deh,” saya menanggapi.

Sesampainya di Kantor Polisi itu, beberapa polisi setengah baya tampak berjaga nongkrong di dekat pintu gerbang. Seorang polisi muda juga ada di situ, lengkap dengan atribut rompi antipeluru dan senjata laras panjang. Ebuset, ini efek banyaknya serangan ke polisi kali ya. *pukpuk polisi brondong

Saya bertanya di sebelah mana saya harus menuju untuk mendapatkan surat keterangan keramat itu. Salah seorang polisi separuh baya dengan ramah menunjukkan saya kantor dengan plang bertuliskan “Pelayanan Publik” di depannya.

Saya masuk ke ruangan berpendingin udara itu. Seorang lelaki sedang menghadap seorang polisi paruh baya yang sedang sibuk mengetik di komputer. Wah, sudah nggak pakai mesin tik ya. *ketauan anak jadul, terakhir ke kantor polisi masih pada pakai mesin tik

Saya menunggu tak terlalu lama, mungkin hanya sepuluh menit juga. Tapi sayang pendingin udaranya sepertinya cuma hiasan, tak berdaya menghalau panas di dalam ruangan penat itu. Keringat saya mengucur dan tangan otomatis mulai garuk-garuk jidat yang gatal.

Begitu tiba giliran saya, saya dengan cepat menyampaikan keperluan tentang surat kehilangan, sembari menyodorkan KTP. Pak Mujiyono, sang polisi, langsung mengetikkan data diri saya. Dia juga bertanya di mana dan kapan kira-kira kartu ATM saya hilang. Jadi kalau kamu perlu bikin surat kehilangan, siapkan jawaban tentang tempat dan waktu (tanggal plus jam) perkiraan terjadinya kehilangan. Etapi kehilangan hati dan pacar nggak dilayani oleh polisi, ya #eaaaa

Surat kelar diketik, langsung dicetak oleh Pak Mujiyono. Saya ucapkan terima kasih, lempar senyum manis, lalu langsung keluar ruangan dan menghirup udara segar. Oya, suratnya tentu gratis yaaaa.

“Kartu ATM-nya jangan sampai hilang lagi ya Mbak,” kata Pak Polisi separuh baya yang tadi menunjukkan arah ke bagian Pelayanan Publik.
“Iya Pak,” saya mengangguk sambil mempercepat langkah. Malu cuy.

Kali ini saya pakai ojek online untuk kembali ke Bank Mandiri. Kok ya si tukang ojek perlu isi bensin dulu aja gitu pas dalam perjalanan ke bank.

“Takutnya nanti saya habis nganter Ibu, bensin keburu habis trus saya nggak bisa balik,” kata sang pengemudi ojek.
“Iya deh Pak, daripada saya juga harus dorong motor Bapak kan ya,” tukas saya sembari senyum garing.

Kelar isi bensin, meluncurlah kami ke Bank Mandiri. Proses menunggu, membuat kartu ATM baru, dan membuka blokir internet banking selesai dalam waktu tak sampai setengah jam.

“Oke Mbak, terima kasih banyak atas bantuannya,” saya menutup percakapan lalu beranjak ke pintu bank.
“Eh Mbak, jaketnya ini masih di kursi,” kata si Mbak mengingatkan.
“Oh iya,” saya mengambil jaket lalu nyengir malu.

Serangkaian plesiran ini memakan waktu hanya sekitar 1,5 jam, tapi Hayati lelah Bang. Mungkin karena pagi itu, area Menteng sedang diberkahi sinar mentari yang sangar.

Sesampainya di kantor, seorang kawan bilang, “Wah harusnya tadi ngaku kartu ATM-nya ketelen aja Mbak. Jadi nggak usah ke kantor polisi.”
“Wah bisa gitu ya?” saya nyengir lagi, makin garing. Tapi kan jadinya bohong ya? Ihik. *sok suci

Hari ini, dalam perjalanan ke Stasiun Cikini, saya melihat kantor polisi di Jalan Cikini yang kemarin saya cari. Ternyata letaknya pas setelah Hotel Ibis/Kolam Renang Cikini. Er…

Lalu, saat saya merogoh saku dalam jaket untuk ambil ponsel, kartu ATM yang kemarin saya cari, ADA DI SITU DONG! Kemarin pas saya cari kok nggak ada? (Terang aja, nyarinya di saku luar doang!)

Ya sudah. Manfaat plesiran kemarin tetap ada kok: 1) Membuka blokir internet banking, 2) Jadi tahu prosedur penanganan kehilangan kartu ATM dan blokir internet banking, 3) Jadi tahu letak dua kantor polisi di sekitaran Menteng, 4) Menambah asupan vitamin D berkat paparan sinar matahari yang lebih banyak ketimbang biasanya, dan 5) Akhirnya ngeblog lagi!

Pesan moral pengalaman ini: bongkarlah semua saku dan sudut baju dan tas saat mencari barang. Dan, sejatinya, lebih baik menaruh semua barang pada tempatnya, daripada harus kehilangan barang karena ceroboh. (Apakah saya sudah terdengar seperti Ibu saya yang tercinta?)

Yuk ah, koprol dulu.

Gambar disalin dari infoperbankan.com.

Komentar via Facebook | Facebook comments

← Previous post

Next post →

7 Comments

  1. Lenny

    Buuungaa…pengalaman spt itu bi lenny mah sering banget ,hilang & juga atm nya ketelen krn lenggotan ..lupa tarik kartu

  2. Okta

    Yes bilang aja atm ketelen kan memang ketelen kantong

  3. alhamdulillah saya tidak pernha ngalami hal-hal seperti ini, ATM ketelen (hilang), lupa PIN, lupa ingata ( e buset jangan sampe deh lupa ingatan) hehe….

  4. Wah, untunglah krisisnya sudah berlalu dan uangnya bisa kembali!

  5. Teti

    Bi Tetet juga suka loh kartu ATMnya keselip, terus pas sudah dapet gantinya , eh si kartu ketemu 😂.kalau udah tua gini, tambah satu pesen moral untuk diri sendir, yaitu, harus ikut SOP (standar operasi prosedur), yaitu, abis keluarin kartu ATM dari dompet, harus masukin lagi kedompet. 😀

    • Yah sepertinya SOP itu juga perlu aku laksanakan dengan lebih seksama, hehehe 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *