Kebijakan kriminalisasi pekerja tak terdokumentasi di Belanda masih mengambang. Nasibnya tergantung hasil pemilihan umum mendatang.

Sejak tahun lalu pemerintah Belanda menerapkan kebijakan lebih ketat bagi imigran. Antara lain, penduduk tak terdokumentasi yang tertangkap bakal didenda maksimal 3.800 euro, dihukum penjara paling lama empat bulan, lalu dipulangkan ke negara asal. Sebelumnya, mereka “hanya” dideportasi tanpa denda ataupun penjara, kecuali melakukan tindakan kriminal. Pemerintah bahkan menargetkan bisa menangkap 4.800 orang pendatang zonder dokumen sepanjang 2012, sepuluh persen lebih banyak daripada jumlah yang terciduk tahun lalu.

Pekerja tak terdokumentasi, termasuk warga negara Indonesia, diramalkan terkena dampaknya pula. Lembaga swadaya Indonesian Migrant Workers Union Netherlands memperkirakan jumlahnya mencapai ribuan orang, yang lazimnya masuk dengan visa turis lantas menetap untuk bekerja di sektor informal.

Aturan baru yang digagas Menteri Imigrasi dan Suaka Gerd Leers tersebut dipandang sebagai alat tukar politik. Kabinet Perdana Menteri Mark Rutte saat itu memerlukan dukungan partai populis ultrakanan PVV (Partai Kebebasan) yang diketuai politisi anti-Islam Geert Wilders demi meloloskan rencana pemangkasan anggaran.

Pemilihan umum 2010 digelar seusai kabinet Perdana Menteri Jan Pieter Balkanende dari partai Demokrat Kristen CDA kolaps akibat perbedaan pendapat soal perpanjangan misi militer di Afghanistan. Kabinet Balkanende seharusnya menjabat hingga 2011.

Dalam pemilihan dua tahun lalu itu, Rutte dari partai liberal-konservatif VVD (Partai Rakyat untuk Kebebasan Demokrasi) berkoalisi dengan partai sosial-demokrat PvdA (Partai Buruh). Jumlah suara dan kursi mereka di parlemen tak cukup meraih mayoritas, sehingga PVV digandeng untuk mendukung. Wilders setuju asal kabinet itu memuluskan sejumlah agendanya. Misalnya, pengetatan keran imigrasi dan penolakan pengucuran dana talangan bagi negara-negara Uni Eropa yang dirundung krisis ekonomi. VVD, PvdA, dan VVD menduduki mayoritas supertipis di parlemen, 76 kursi dari 150 kursi yang ada. Kabinet runtuh lagi bulan lalu, saat PVV beralih menjadi oposisi karena tak menyetujui rencana anggaran pemerintah yang berusaha memenuhi aturan Uni Eropa tentang defisit anggaran maksimum tiga persen. Pemilihan umum berikutnya akan dilaksanakan September 2012.

“Apakah kebijakan imigrasi yang ketat tetap berlaku, jadi lebih lunak, atau justru makin ketat, semuanya tergantung hasil pemilihan,” ujar Marijke Bijl dari lembaga swadaya OKIA (Komisi Penyokong Pekerja Ilegal) saat ditemui Tempo di Den Haag, Kamis 4 Mei 2012 malam.

Kebijakan Menteri Leers sesungguhnya menuai kontroversi saat diberlakukan. Pada September 2011, Komisioner Uni Eropa Cecilia Malmstrom menyatakan Belanda tak diperbolehkan membui imigran tak terdokumentasi karena bertentangan dengan hukum Uni Eropa. Sementara itu di Belanda, sejumlah organisasi pendatang tak terdokumentasi, lembaga swadaya hak asasi manusia — termasuk OKIA –, serikat pekerja, politisi, pengacara, dan akademisi membentuk Koalisi Antikriminalisasi Penduduk. Koalisi itu mengkampanyekan penolakan aturan baru yang dipandang diskriminatif tersebut. Diskusi dan demonstrasi digelar di berbagai penjuru Belanda.

Saat Leers memutuskan pemulangan Rafiq Naibzay, pencari suaka dari Afghanistan yang telah tinggal 14 tahun di Belanda, perlawanan datang dari puluhan walikota. Radio Belanda RNW memberitakan Els Boot, walikota Giessenlanden, di mana Naibzay tinggal, menolak putusan itu dengan alasan kemanusiaan, yakni keluarga Naibzay membutuhkannya. Leers tak bisa menerapkan kemauannya karena di negeri kincir angin itu, kendali polisi ada di tangan walikota. 40 walikota lain menyatakan dukungannya terhadap Boots, dan dalam surat untuk Leers, mereka berpendapat pemerintah pusat sama sekali tak berwenang memaksa kerja sama polisi lokal.

Bijl memetakan partai-partai utama Belanda dan kecenderungan kebijakan imigrasi mereka. VVD yang kini menempati 31 kursi di parlemen (21 persen kursi) bersama PVV (24 kursi, 16 persen) sama-sama ingin memperketat aturan imigrasi. PvdA (30 kursi, 20 persen) sejalan dengan GroenLinks (Partai Kiri, 10 kursi, 6,7 persen) mengambil sikap antikriminalisasi. SP (Partai Sosialis, 15 kursi, 10 persen) mendukung hak imigran sepanjang tak merugikan kesejahteraan warga negara Belanda yang merupakan pekerja kelas bawah. “Penentunya adalah CDA (21 kursi, 14 persen) yang ada di tengah, dan bisa beralih mendukung partai di kanan atau kiri,” tuturnya.

Sejauh ini, CDA mendukung aturan yang mengkriminalisasi pendatang tak terdokumentasi. Keberadaan mereka dipandang seiring dengan kriminalitas, perdagangan manusia, eksploitasi, dan buruh haram. Seperti tertera di situs web resminya, ”Diperkirakan ada seratus ribu orang tinggal di Belanda secara ilegal. Menghukum mereka mempermudah pemberantasan gangguan dan kriminalitas. Orang yang mengambil untung dari ilegalitas harus dihukum lebih keras.”

Adapun Juru Bicara VVD Cora van Nieuwenhuizen pada Juli 2011 menyatakan peraturan Leers memberi sinyal jelas bagi calon pendatang haram bahwa Belanda tak menerima mereka. “Jika Anda tak ingin mematuhi hukum, Anda tidak diterima di negeri ini. Peraturan ini adalah alat penting untuk menekan pendatang ilegal dan kriminalitas,” ujarnya.

Bagaimanapun, kata Bijl, perlu diingat bahwa pengetatan imigrasi di Belanda sebetulnya sudah terjadi sejak sepuluh tahun lalu. Perbedaan sikap antara partai-partai pun tak kentara betul.

Sekarang masing-masing partai dan politisinya sibuk menyiapkan kampanye menjelang pemilihan. Isu ekonomi sepertinya bakal mendapat perhatian lebih besar ketimbang masalah imigrasi, sehingga kelanjutan kriminalisasi pendatang bakal digantung untuk sementara. Apalagi, pembentukan kabinet baru seusai September 2012 bisa memakan waktu berbulan-bulan, atau bahkan hingga lewat setahun seperti kasus di negara tetangga, Belgia.

Gambar diambil dari laman ini.

Komentar via Facebook | Facebook comments