Korban agresi militer Belanda diajak menggugat negara bekas penjajah itu. Sebabnya, Belanda dinilai harus menebus kejahatannya di masa lalu.
“Data akan kami pakai untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah Belanda dan kami bawa ke parlemennya,” kata Ketua Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda (K.U.K.B.) Jeffry Pondaag, Kamis, 16 Agustus 2012.
Secara terpisah, yayasan itu juga berencana membantu para korban menggugat pemerintah Belanda melalui pengadilan. Menurut Pondaag, apa yang terjadi pada masa agresi 1945-1949 itu adalah kekerasan struktural, bukan sekadar insiden. Ia beranggapan meskipun sudah nyaris tujuh dekade berlalu, Belanda tetap harus bertanggung jawab.
Ia meminta para korban agresi dan ahli waris generasi pertama mencatatkan diri ke tiga perwakilan K.U.K.B. di Indonesia dan dua perwakilannya di Eropa. Jeffry mengingatkan lembaganya bersifat nirlaba dan tak menarik bayaran sama sekali. Berikut kontak kelima perwakilan tersebut:
Untuk Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat
ria77hasan [at] yahoo.co.id
+6285255970752
Jl. Kelinci No. 6B Makassar Sulawesi Selatan 90133
Untuk Jakarta dan Jawa Barat
irwan_lubis2003 [at] yahoo.com
+6281280221074
Untuk Jawa Timur
roodebrug.soerabaia [at] gmail.com
+6287852412254
Untuk Jerman
yvonne [at] kukb.nl
+6281319770376
Untuk Belanda
sekretariat [at] kukb.nl
+6282114522199
K.U.K.B. tidak menetapkan tenggat waktu pelaporan para korban. Jeffry menyatakan sifat laporan itu sama dengan kasus korban Holocaust yang tak mengenal kedaluwarsa.
Sebelumnya, pada September 2011, K.U.K.B. berhasil mengadvokasi korban pembantaian Rawagede. Setelah tiga tahun, gugatan mereka dimenangkan pengadilan Belanda. Dalil kedaluwarsa pemerintah negeri kumpeni itu dimentahkan pengadilan. Ujungnya, pemerintah Belanda meminta maaf secara resmi kepada korban dan memberikan kompensasi.
Foto Cawi binti Baisa, janda korban Rawagede, diambil oleh fotografer AP Achmad Ibrahim, disalin dari laman ini.
Leave a Reply