Hari raya, saatnya keluarga besar berkumpul berkangen-kangenan. Basa-basi bertebaran, pertanyaan-pertanyaan diajukan.
Lebaran kali ini aku mulai dihadapkan dengan wajah ua, mang, bibi, uo, pak, dan etek, yang dengan antusias bin jahil melontarkan dua kata itu, “Kapan nikah?”
Hahaha. Kalau diurutkan berdasarkan umur, baik di keluarga ibu maupun ayah, memang aku yang “jatahnya” menikah. Eh, ralat, di keluarga ayah ada satu sepupu yang lebih tua dan belum menikah – tapi dia belum lulus kuliah, jadi nggak masuk hitungan, hehehe.
Kalau lagi baik hati, aku jawab sambil cengar-cengir, “Belum ketemu jodohnya. Cariin dong!”
Kalau lagi kesal, dengan agak merengut, “Memangnya penting ya? Kalau nggak nikah kan nggak bikin mati?” (oke, nggak segitunya sih, kalimat kedua itu hanya terucap dalam hati)
Sebetulnya sih ingin bilang, “Keluargaku sayang, pertama, aku sedang tidak percaya bahwa pernikahan itu benar-benar kuperlukan. Kedua, kalaupun aku ingin menikah, ya ampun, aku kan masih muda, mbok ya aku diberi waktu dulu untuk bermain-main..”
Leave a Reply