Saya sangat bersyukur bisa bekerja di Tempo.
Kalau tidak bekerja di sana,
mungkin saya tidak akan menjelajah Jakarta…
mungkin saya tidak akan bertemu orang-orang berbeda…
mungkin saya tidak akan membuka mata saya…
Tentang banyak hal.

Selasa (22/4) pekan lalu, saya disarankan oleh senior saya, Nezar Patria, untuk datang ke acara peluncuran buku Irshad Manji di Perpustakaan Nasional. Mas Nezar membekali saya buku karya Manji, Beriman Tanpa Rasa Takut.

Sambil menunggu acara dimulai, saya membaca buku itu. Hmm, cukup provokatif dan menarik. Idenya untuk mereformasi Islam untuk saya sangat menggugah. Saya pun mulai melihat Islam dengan cara lain, cara yang tidak semata-mata menyalahkan Amerika Serikat, hahaha. Acara peluncurannya sendiri tergolong padat. Ada musikalisasi puisi oleh Sanggar Matahari (dahsyat!), pembacaan puisi oleh Lola Amaria dan Jajang C. Noer, juga pembacaan nukilan buku oleh Ayu Utami.

Tapi yang paling seru adalah diskusi antara Irshad Manji, Siti Musdah Mulia, dan Masruchah, yang semuanya merupakan perempuan-perempuan kuat, cerdas, dan layak dikagumi. Sayang acara berlangsung lama, pukul 13.00-17.30, sehingga banyak orang yang pulang sebelum acara selesai (termasuk saya sendiri :).

Sesampainya di kantor, ternyata Mas Nezar meminta saya mentranskrip wawancaranya dengan Irshad Manji, yang telah dilakukan hari Senin (21/4). Transkrip lagi! Bukan pekerjaan yang paling menyenangkan, apalagi wawancara ini berlangsung sekitar 1,5 jam dalam bahasa Inggris. Karena kelambanan saya, transkrip itu baru rampung 1,5 hari kemudian (maklum diseling ini-itu :D).

Tapi saya belajar banyak hal dari wawancara itu. Dan saya ingin berbagi sepotong pemikiran Manji tentang homoseksualitas, mungkin bisa mengubah cara pandang kita yang acap kali memojokkan para homoseks… 🙂

“Hanya Tuhan yang tahu kebenaran di balik semuanya. I can’t say here that Islam and homosexuality are compatible, I don’t know! Tapi justru karena saya tidak tahu, saya pikir lebih mulia (noble) untuk engage each other in debate and dissent untuk menunjukkan, pada akhirnya kita hanya manusia. Adalah kekuasaan Tuhan untuk menentukan apa yang perlu dipercaya, tidak dipercaya, siapa yang pantas diberi imbalan atau hukuman. Tuhan Maha Pengampun dan Penyayang.

Dan mungkin saja, itu (homoseksualitas) adalah berkah (gift), bukan kesalahan (mistake). Allah yang akan memutuskan di Hari Pengadilan. Bukan saya atau Anda yang bisa menentukan apakah lesbian dan gay itu legitimate.

Saya pikir, Al Quran mengandung sangat banyak ayat mengenai keberagaman. Quran menyebutkan, Tuhan menciptakan makhluk yang sempurna. Tuhan menciptakan makhluk yang Ia kehendaki. Dan Ia Maha Kuasa, Maha Tahu. Dia pasti tahu apa yang Ia lakukan saat menciptakan orang-orang gay dan lesbian.

Jadi jika orang-orang konservatif mengatakan Islam tidak bisa menerima homoseks, berarti mereka bilang bahwa Tuhan membuat kesalahan. Mungkin mereka akan bilang, tunggu dulu Irshad, Tuhan tidak membuat kesalahan, Ia menciptakan straight people. Saya akan jawab, Tuhan menciptakan tidak hanya lelaki tapi juga perempuan, orang berkulit putih juga coklat, dan bila Tuhan menciptakan heteroseksual bukan tak mungkin ia menciptakan homoseksual.

Argumen yang dilontarkan ulama konservatif itu juga hanya didasarkan on one story within the Quran. Sedangkan argumen kemungkinan kompatibilitas Islam dan homoseksualitas based on many many different passages. We take Quran as a whole.

Cerita tentang Luth misalnya, kita harus ingat bahwa Quran memiliki sangat banyak faset yang harus dipikirkan, direfleksikan, dan dianalisis. Dari cerita Luth tadi, bisa ditarik moral cerita yang berbeda-beda. Bisa saja cerita itu memang melarang homoseksualitas, tapi mungkin lebih kepada melarang coerced, forced sex as a show of domination.

Tapi saya tidak tahu yang mana (moral ceritanya), cuma Tuhan yang tahu. Kita semua tidak bisa menentukan interpretasi mana yang betul. Karena itu saya ingin masyarakat di mana kita bisa menjadi diri sendiri, di mana tidak ada yang memaksa kita untuk menaati satu aturan tertentu. Beyond that, I believe in one God, a Supreme God, yang berhak menentukan apa yang benar dan apa yang salah. The rest, we are here to debate and discuss.”

Komentar via Facebook | Facebook comments