Koruptor sekarang makin canggih, jadi pelawannya nggak boleh kalah set. Partisipasi publik jadi kunci kalau kita ingin menang dalam pertempuran ini *tsaaah ๐
Peran netizen alias warga dunia maya bukan hanya juru kampanye soal gerakan antikorupsi. Tapi justru aktif menyajikan informasi, lantas mengeceknya dan mengecek ulang lagi informasi itu. Masyarakat jadi andalan untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas, dua dasar gerakan antikorupsi. Sudah nggak jaman lagi kita cuma mengeluh tanpa berbuat, kan?
Kita bisa mencontoh Wikileaks, misalnya, yang heboh karena membocorkan berkas rahasia dalam perang Afganistan dan Irak. Sumber datanya ya dari masyarakat juga, yang dicek dan dicek ulang pada sumber-sumber lain.
Kalau konspirasi tingkat internasional agak mengerikan dan tampak susah ditiru, coba lihat Universidad Coherente di Peru dan Check My School di Filipina yang selalu bikin saya iri.
Universidad Coherente adalah situs web yang secara rutin memampangkan data keuangan perguruan tinggi negeri di Peru. Penyumbang datanya? Para mahasiswa yang terhubung satu sama lain dalam situs itu. Mereka nggak cuma masukin data, tapi juga menganalisisnya.
Sesuai hukum Peru, tiap badan publik memang harus membuka data-datanya. Tapi data tanpa analisis tentu percuma. Dari analisis mereka tahu, apa saja pendapatan dan pengeluaran universitas serta bagaimana pengelolaannya. Kalau ada yang mencurigakan, dikonfrontir ke perguruan tingginya.
Check My School mirip UC, tapi versi sekolahan, digagas Affiliated Network for Social Accountability in East Asia and the Pacific (hedeh panjang banget namanya), bekerja sama dengan Departemen Pendidikan Filipina. Pemerintah menyediakan sederet data, mulai dari anggaran, pengadaan barang, hasil ujian murid, sampai kondisi toilet. Masyarakat kebagian jatah mengecek dan mengecek ulang data itu, lantas bisa langsung memberi umpan balik bila ada informasi yang nggak sesuai kenyataan.
Departemen Pendidikan berjanji akan menindaklanjuti semua masukan dan keluhan. Sekarang, sudah 8 ribu sekolah dasar dan menengah (dari total 44 ribu di seluruh Filipina) yang bergabung dalam sistem transparansi dan akuntabilitas pendidikan itu.
Indonesia hmm, sudah ada belum ya?
Tampaknya dunia maya dan netizennya, seperti saya, masih lebih banyak berfungsi sebagai juru kampanye antikorupsi saja, hahaha. (CMIIW )
Biarpun cuma jurkam, aktivis dunia maya kayaknya sih sudah mulai direken oleh organisasi-organisasi antikorupsi. Contohnya Transparency International, yang dalam 14th International Anti-Corruption Conference di Bangkok pekan ini mengundang delapan jurnalis muda dengan syarat: aktif di internet, baik doyan ngeblog atau berkicau via Twitter dan media sosialnya.
Jadilah saya kebagian satu kursi dan sekarang bisa mengetikkan entri ini dari kamar gratisan di Bangkok. *sekalian pamer*
Seringlah main-main ke blog saya ini, bakal banyak posting baru hasil belajar dan bermain di Bangkok. Saya tidak sabar membagi kabar baik dalam pertempuran kita yang tak henti-henti melawan korupsi *lebaynya nongol lagi*
Omong-omong, hari ini, apa yang sudah kamu perbuat untuk melawan korupsi?
NB. Baca blog Tonyo Cruz dan Georg Neumann juga, seru buat nambah pengetahuan soal antikorupsi 2.0 ini.
Leave a Reply