Seni memasuki kehidupan profesional saya pada akhir 2018, saat membantu Koalisi Seni menuliskan buku Dampak Seni di Masyarakat. Buku ini berupaya membuktikan seni selain penting sebagai ekspresi personal, juga punya dampak nyata di masyarakat. Buku kelar, saya melanjutkan menceburkan diri di Sekretariat Koalisi Seni, tepatnya di divisi komunikasi.
Koalisi Seni adalah lembaga yang sangat mendukung peningkatan kapasitas stafnya, sehingga ketika Gudskul mengumumkan rangkaian kursus singkat, kami langsung mendiskusikan mana saja yang bisa diambil. Saya memutuskan mengambil kelas seni ruang publik, karena tertarik dengan praktik mengeluarkan seni dari galeri — yang bisa sangat intimidatif dan berjarak bagi orang awam.
Pada pertemuan pertama, kelasnya privat karena ternyata cuma saya yang ambil kelas ini. Pengajarnya tiga orang, muridnya satu doang. Hahaha…
Untungnya, sejak pertemuan kedua, ada Angel Lawas bergabung. Mahasiswa desain busana ini mengaku ikut kelas demi mencari inspirasi untuk rancangannya.
Kelas berlangsung tiap Jumat malam di Gudskul, sampai akhirnya si COVID-19 mengubah hidup kita. Beberapa kali, kelas harus pindah ke platform daring.
Sementara itu, rencana kunjungan lapangan dan proyek untuk classmeeting pun berubah terus.
Kunjungan studi awalnya direncanakan ke Jatiwangi. Saya sudah lumayan semangat, bisa sekalian memenuhi janji kepada Kang Yudi saat wawancara dia via telepon pada 2018, untuk berkunjung ke sana. Namun, rencana berubah jadi mampir ke Sawah Baru, Tangerang Selatan. Ternyata menarik juga, melihat sisi lain warga Tangerang Selatan yang penuh perumahan itu. Bonusnya, bisa menelusuri sisi danau, empang, dan gang-gang di sana.
Terkait proyek classmeeting, awalnya rekan-rekan KKK merencanakan semacam praktik lapangan jika ada banyak peserta kelas. Peserta diminta menginisiasi kegiatan seni ruang publik secara langsung. Berhubung peserta cuma dua orang, rencana itu surut. Rencana sempat hidup lagi menjelang kerja dan belajar di rumah wajib dilakukan warga Jabodetabek. Wacananya, mengobrol dengan Karang Taruna di RT Gudskul, lalu merancang kegiatan bersama. Sayangnya, rencana kembali tinggal rencana.
Akhirnya, Angel dan saya menggarap proyek secara terpisah. Berhubung saya cuma bisa menulis, maka jadilah serangkaian tulisan. Niatnya sih bikin zine, tapi memang nggak punya insting visual dan kemampuan desain grafis, hasilnya malah tulisan panjang-panjang yang disisipi foto.
Kalau kamu berminat membacanya, silakan cek file pdf berikut ya. Berkas yang sama juga dimuat di laman classmeeting Gudskul. Secara bertahap, tiap tulisan juga akan saya unggah satu per satu di website ini. Selamat membaca, semoga berguna 🙂
Leave a Reply