Di jaman informasi sangat mudah diakses begini, siapa yang peduli dengan privasi?
Semua situs jejaring sosial itu – multiply, friendster, facebook, myspace, apapun – memang dirancang untuk orang-orang yang pamer dan narsis, bukan?
(kau bilang bukan? yah, saya menganggap jawabannya adalah iya.)
Jadi apapun yang kau tulis, kau pajang, selayaknya memang pantas untuk dilihat orang. Atau setidaknya, kau pikir, itu layak untuk dipamerkan dan diceritakan.
Saya pikir begitu.
Jadi seharusnya, tidak masalah jika, ternyata oh ternyata, ada rekan kerja yang iseng membuka friendsterku, dan melihat-lihatnya, bukan?
Saya pikir juga begitu.
Tapi ternyata jadi berbeda ketika – sewaktu aku libur ke Jogja kemarin – profilku di friendster itu dibuka, dilihat-lihat, dan dikomentari beramai-ramai oleh, hmm, nyaris semua anggota redaksi di kantor ini. Dari rekan selevel sampai yang paling atas. Ya ya ya, saya tahu, tempat di mana saya kerja ini memang penuh dengan orang-orang kocak, suka bercanda, gila, dan ngawur. Tak jauh beda dari diri saya, mungkin. Saya bahagia jadi bagian dari lembaga ini. Hanya saja, yah, ternyata saya juga merasa…
Malu. Sedikit (sambil bersyukur, untung nggak ada foto yang “iya-iya” di situ :D).
Marah. Hmm mungkin, sedikit saja.
Hilang hormat. Ya, rasa hormat saya pada si biang kerok menguap entah ke mana.
Ah, tapi saya harus berterima kasih pada mbak yang satu ini karena konon dia, uhm, “membela” diriku yang sedang nun di Jogja sana. Terima kasih banyak Mbak. It means a lot.
Last but not least, tentu aku harus berterima kasih pada Vennie dan Rina yang mau berbagi cerita 😉
Comments are closed.