Dua akhir pekan lalu, berturut-turut saya kembali ke Jogja. Yang pertama memang sudah direncanakan jauh-jauh hari: saya bilang ke ibu tercinta, saya ingin pulang.

Yang kedua sebetulnya dadakan. Dua pekan lalu, saya mendapat kabar ada rekan jurnalis Departemen Perdagangan (pos liputan saya) yang menikah di Jogja. Spontan, saya ajak teman-teman yang tiap hari juga ngendon di Depdag untuk ramai-ramai ke Jogja, sekalian bertandang ke rumah. Mereka semangat dan kompak menjawab, “Yuk!”

Lalu saya memberi tahu ibunda, yang dengan senang hati ingin menyambut mereka, sampai ia membatalkan kepergiannya ke Jakarta. Tapi kemudian teman-teman saya memutuskan untuk tidak jadi ke Jogja… Karena telanjur berjanji untuk kembali, jadilah saya tetap pulang ke Jogja.

Capek di jalan, tapi saya senang. Jogja selalu bisa jadi antidot untuk Jakarta.

Di akhir pekan pertama, saya “membakar diri” di Pantai Sundak bersama Vita, Muna, dan Ari Astri. Kami sampai di pantai menjelang tengah hari, dan menghabiskan sekitar dua jam di sana. Kulit saya sukses gosong, dan belum habis ngeleteknya sampai sekarang hahaha. Perjalanan di dalam mobil Korea dengan pendingin udara yang rusak itu dilanjutkan ke B21 dan Malioboro.

Keesokan harinya, saya ke Toga Mas, bertemu sahabat — yang dulunya pacar saya masa sma hahaha — kemudian nonton Perempuan Berkalung Sorban bersama ibu dan adiknya.

Pada akhir pekan kedua, karena waktunya lebih singkat, tak banyak yang saya lakukan. Selain membenamkan diri dalam kehangatan keluarga, saya menyempatkan diri menengok kenangan lama di Dagadu, lalu ngangkring bersama teman-teman dengan komposisi yang agak aneh: AKbar dan Anton (teman di Tempo), Abi (anak teman arisan ibu yang juga temannya Anton), satu temannya Abi dan Anton, Tupic (teman plurking), plus Lani (temannya Tupic).

Dan sekarang, ya, saya kembali lagi ke dunia nyata: JAKARTA.

Komentar via Facebook | Facebook comments