Saya percaya peran keluarga, guru, dan dosen jauh lebih besar ketimbang cuma membeo buku teks lantas memastikan muridnya hafal teori dan bisa lulus ujian dengan nilai bagus. Pendidik punya posisi yang strategis untuk menanamkan ideologi dan cara berpikir kritis sekaligus memotivasi anak didiknya.
Sayangnya, nggak banyak pendidik seperti itu yang saya temui selama 12 tahun bersekolah dan kuliah di Indonesia. Jumlahnya nggak lebih dari hitungan jari di satu tangan.
Saya bisa memahami, mereka terjepit oleh banyak kepentingan: orang tua harus bekerja, guru dikejar target kelulusan, dosen sibuk mengajar di banyak tempat demi memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Tapi saya percaya semua orang bisa menjadi pendidik yang baik jika mereka ingin dan memiliki gairah untuk itu.
Selama kuliah di ISS yang baru sebulan ini, macam-macam dosen saya temui. Beberapa sibuk dengan pemikiran sendiri dan ujung-ujungnya bikin mahasiswa makin bingung. Yang lainnya menjelaskan dengan runtut dan mencerahkan, ada pula yang penjelasannya mudah dicerna tapi rasa kantuk jadi efek sampingnya.
Saya beruntung kebagian diajar juga oleh satu dosen brilian asal Sri Lanka. Dia bukan hanya bisa menjelaskan ekonomi dengan bahasa manusia (haha) dan doyan memasukkan guyonan sehingga kuliahnya selalu seru.
Dia bisa sukses menanamkan pemahaman bahwa teori neoklasikal itu nggak masuk akal, teori Keynes lebih masuk akal tapi juga berbahaya (karena menyarankan perang sebagai solusi bagi negara yang dilanda krisis dan hiperinflasi), dan bahwa negara berkembang BISA mengejar negara maju yang kini sedang mundur (caranya: kembangkan industri manufaktur, diferensiasi produk ekspor, dan stop ketergantungan pada sumber daya alam).
Di awal kuliah dia sudah menjelaskan posisinya itu, dan bahwa materi kuliahnya akan bias, namun tak ada mahasiswa yang keberatan (mungkin karena mayoritas dari kami memang agak kiri). Momen di mana dia mencerca IMF dan Bank Dunia juga selalu menyenangkan — bukan cuma karena saya setuju dengan pendapatnya, tapi celaannya pasti kocak 😀
Satu lagi, saya baru tahu hari ini, dia pun motivator handal. Dalam kelas study skills yang diadakannya dengan sukarela (bukan bagian kurikulum), dia berbagi tips belajar yang baik dan berkali-kali menegaskan pentingnya berpikir positif dan percaya diri. Dua hal ini memang bukan hal baru dan kerap diulang jutaan motivator lain, tapi cara dia menyampaikannya membuat saya dan kawan-kawan merasa semangat berlipat seusai kelas tambahan itu.
Tiap tahun, kabarnya dia selalu jadi dosen favorit semua mahasiswa.
Seharusnya, pendidik lain juga bisa seperti dia…
—————-
NB. Punya keluarga yang bekerja di Bank Dunia jelas bukan berarti saya setuju dengan kebijakan Bank Dunia, makanya ngakak saya selalu heboh tiap kali si dosen mengeluarkan jurus-cela-kapitalisnya…
Oya gambar disalin dari http://sisucg.wordpress.com/tag/dead-poets-society/.
anjar
Selalu mencerahkan membaca tulisan dan pengalaman bunga. Jadi ikut senyum-senyum sendiri. Semoga nanti keishaku bisa sepandai bunga…selamat belajar bung>>
bunga
wah, senangnya kalau ada yang merasa tulisanku berguna… *ikutan senyum*
keisha sekarang umurnya berapa? pasti bisa lebih hebat dari generasi kita 😀
Norma Zopfi
…Saya pun senang membaca tulisan dan pengalaman Bunga selama belajar disini, saya hampir 30th tinggal di Bld….
bunga
30 tahun?? Luar biasa.. apa resepnya kok bisa sebetah itu? 😉
Norma Zopfi
… Ha ha, saya kira selain dari pergantian empat musim yang selalu penuh “charme”, suami, anak2 (dewasa) kelahiran disini, hidup mandiri, semua serba tepat waktu, makanan Indonesia yang mudah didapat, ttp selalu mudik ke Indonesia, sinar matahari pasti terjamin bersinar…Tulisan2 dan pengalaman, serta foto2 yang dijepret Bunga sangat menarik sekali…..ini yang membuat saya betah… :))