Lokasi: Warung Soto di Jalan Bonang
Waktu: Kamis siang, 9 Oktober 2008
Muna dan saya datang dan duduk di bangku panjang warung. Dua lelaki telah lebih dulu duduk di situ. Yang satu mengenakan kacamata. Kombinasi antara hawa panas, habis makan, dan jaket parasut sepertinya membuat ia berkeringat ekstra sehingga kacamatanya agak melorot.
Lelaki berkacamata: Mbak, ada turunan bule ya?
Saya : (terdiam keheranan sebentar, lalu menjawab pendek) Nggak.
Muna : (cuma diam sambil melirik saya)
Lelaki berkacamata: Saya kira bule. Kok hebat banget, turun ke bawah, makan di warung. Ikutan casting aja Mbak, biar bisa masuk tivi. Memang orang tua Mbak orang mana?
Saya : (menjawab pendek lagi biar nggak terus-terusan ditanya) Padang.
Muna : (tetap diam, nggak mau terlibat, sialan)
Lelaki aneh itu: Oooo. Kerja di mana Mbak?
Saya : (kok ya masih ngotot aja sih ini orang) Majalah Tempo.
Lelaki berkacamata nan aneh: Di bagian apa?
Saya : Redaksi. Reporter.
Lelaki itu lagi : Kerjanya ngedit tulisan gitu ya?
Saya : Nggak lah, saya suruhan di lapangan.
Lelaki berkacamata yang makin aneh : Saya pengen lho diwawancara, masuk majalah. Saya ini motivator.
Saya : (mulai sinis karena kesal) Wah, mungkin nanti deh Mas, kalau Mas sudah sekelas Tung Desem.
Lelaki yang sumpah deh makin aneh : Wah, saya ini terkenal lho, saya sudah ngisi pelatihan di mana-mana, di perusahaan besar seperti Astra, BNI, gitu. Saya motivator yang beda sama Tung Desem, kalau dia kan financial revolution, kalau saya ke soal motivasi pribadi.
***
Untung soto segera datang, sehingga saya bisa (setengah) berpura-pura sangat lapar dan harus makan lahap, tanpa perlu menanggapi lelaki itu.
Leave a Reply