“Aku ingin sekali masuk ke sini,” ujarku saat kami melewati Katedral satu-satunya di Jakarta, di Indonesia. Beberapa kali aku melintasi jalan di depannya, tapi belum juga menyempatkan diri untuk masuk. Saat itu aku cuma mengucapkan apa yang terlintas di otak saja. Tapi dia betul-betul membelokkan mobilnya ke parkiran Katedral. (Ah, manisnya!)

Agak aneh mungkin, puasa-puasa begini berkunjung ke gereja. Hmmm, akhir-akhir ini aku memang suka yang aneh-aneh, hahaha.

Melalui pintu samping, kami melangkahkan kaki ke dalam bangunan agung itu. Bau lilin menyergap hidung. Segelintir orang berdoa dengan khusyuk. Sebagian duduk di bangku kayu. Sebagian lagi berlutut. Beberapa berdoa sambil menangis, entah karena rasa sedih ataukah haru, mana tega aku menyelanya.

Aku berjalan mengelilingi bagian dalam Katedral. Dekat pintu samping, terpampang gambar-gambar Uskup Belanda yang dulu memimpin gereja ini.

Beranjak ke dalam, di bagian atas dinding, ada gambar-gambar jalan salib (ataukah namanya jalan Yesus? Aku agak lupa). Mulai dari Yesus diadili Pontius Pilatus, sampai penyalibannya di bukit Golgota.

Lalu beberapa ruang pengakuan dosa, yang mengingatkanku, ya Tuhan, dosaku begitu banyak! Di pojok kanan depan, ada orgel yang sumpah mati ingin sekali kucoba, hehehe.

Aku berjalan lagi, dan melihat seorang bapak duduk di bawah. Ah, ternyata dia sedang sibuk membetulkan anyaman rotan di bangku-bangku. Tekun sekali.

Aku duduk sebentar. Menikmati suasana yang hening, tidak seperti Notre Dame atau Westminster Abbey yang hiruk pikuk oleh suara turis. Di sini aku merasa tenggelam dalam keheningan. Aku merasa kecil.

Tiba-tiba dalam hati aku menyanyikan lagu-lagu dari Madah Bakti yang kupelajari ketika SD. Bapa kami / di dalam surga / dimuliakanlah nama-Mu / Datanglah / kerajaan-Mu / Jadilah / kehendak-Mu / di bumi dan di surga

Ah, untuk mendekatkan diri pada sang Illah, tak harus selalu ke masjid, bukan?

***

Kami keluar Katedral dan memutuskan untuk duduk di bawah pohon ketapang yang rindang. Angin berhembus lumayan kencang. Dan di sana, kami berbincang-bincang. Percakapan ngalor-ngidul yang membuatku sungguh senang.

Kamu: terima kasih ya, untuk satu lagi sore indah yang kauberikan.

Komentar via Facebook | Facebook comments