Ada beberapa macam, tapi pada intinya ada yang horizontal, ada yang vertikal, juga diagonal. Lalu ada yang pakai retsleting, kancing cetet, dan tanpa perekat khusus. Sebagai variasi tambahan, ada baju yang menambahkan selapis kain di atas bukaan menyusui — selain fungsi dekoratif, lapisan ekstra itu bisa dipakai untuk penutup tambahan saat menyusui, semacam celemek kecil lah.
Setelah mencoba macam-macam baju menyusui, saya paling nyaman dengan bukaan vertikal. Pernah coba yang horizontal dan diagonal tapi keduanya rasanya nggak pas. Selain itu, kebanyakan produsen baju menyusui di Indonesia juga bikinnya yang bukaan vertikal sih.
Untuk bepergian dengan RK, model yang tanpa perekat sama sekali jadi pilihan utama, karena paling cepat dibuka saat si bayi menuntut haknya tapi juga memungkinkan nyaris semua bagian payudara tidak terlihat (ya maksimal sedekah visual 5 cm2 kulit payudara). Sedangkan untuk ke kantor, saya suka memakai baju berjenis bukaan retsleting, yang memberi ruang lebih lega untuk corong pompa ASI. Bukaan dengan retsleting dan kancing cetet sebenarnya agak berisiko melukai pipi si bayi, atau setidaknya memberi bekas di pipinya yang akan hilang setelah beberapa saat. Selain itu, kalau bahan retsleting dan penjahit bajunya kurang oke, retsleting kadang bikin gatal kulit saya.
Saya tidak pernah mencoba baju dengan lapisan ekstra, karena kayaknya terlalu pengap buat RK.
Lalu bagaimana dengan kemeja atau baju berkancing depan? Ya banyak penjual di Instagram yang keukeuh pasang tagar #bajumenyusui, tapi buat saya itu nggak masuk kategori baju menyusui. Ribet cuy. Serupa lah kayak upil yang bisa aja dimakan, tapi nggak masuk kategori makanan. (Ini pinjam analoginya.. siapa ya, kayaknya baca di novel atau komik humor, gitu, tapi lupa siapa yang nulis. Maap.)
(Baca juga bagian 1, bagian 3, dan bagian 4 dari seri baju menyusui ini ya..)
Gambar disalin dari https://ranumesha.wordpress.com/2014/08/03/baju-menyusui/
Leave a Reply