Dalam hidup yang kadang rumit ini, fasilitator diperlukan untuk mengurai keruwetan dan mempermudah kinerja orang lain.

Beberapa kali, saya menjalankan peran fasilitator sepenuhnya dengan insting, tanpa bekal ilmu memadai. Beruntung Koalisi Seni Indonesia percaya pendidikan fasilitasi penting dimiliki regunya, sehingga rutin berinvestasi menyekolahkan anggota baru regu di kelas Vibrant Facilitation Inspirit.

Di luar dugaan saya, pelatihan empat hari ini diawali dengan mengajak 20 peserta untuk menengok diri sendiri dan merumuskan mimpi. Sungguh kemewahan hakiki, karena kebanyakan dari kami — setidaknya saya — telah bertahun-tahun sibuk dengan pekerjaan dan hidup sehari-hari, sampai mimpi soal masa depan tak pernah terpikirkan lagi. Belakangan saya tahu, proses tersebut adalah bagian penting agar kami saling percaya dan bersemangat menjalani sesi-sesi berharga berikutnya.

Berikutnya, alih-alih menjejali kami dengan teori, pada separuh hari pertama Inspirit mencemplungkan peserta langsung berperan sebagai fasilitator (ini kali pertama dan mungkin terakhir saya bekerja sama dengan 9 ko-fasilitator dalam sesi sepanjang 30 menit dan persiapan cuma 30 menit pula 😂). Tiga hari selanjutnya kami mengeksplorasi kekuatan diri, memanfaatkan seni dalam fasilitasi, menjelajah gerak dan suara bersama Gunawan Maryanto, memikirkan rancangan alur proses, serta mengembangkan imajinasi bareng Ria dan Beni dari Papermoon. Di hari keempat kami kembali praktik menjadi fasilitator, lantas pada sesi menjelang akhir barulah teknik dan metode fasilitasi diulas.

Selain ilmu fasilitasi dan kesempatan memeluk mimpi, Vibrant Facilitation ke-28 ini mempertemukan saya dengan 19 orang pemimpi lainnya, yang sama-sama ingin menyemai benih untuk perubahan positif. Kami berasal dari berbagai daerah di nusantara maupun mancanegara, dengan rentang tanggal lahir sekitar dua hingga enam dekade lalu. Dari Rosta, peserta asal Malaysia, kami tahu fasilitator di negeri jiran itu disebut pemudah cara. Hati saya rada mencelos saat mendengar istilah tersebut, karena filosofinya langsung lebih bisa dimengerti ketimbang “fasilitator”.

Pada empat hari itu, saya menemukan pula ruang aman berbagi cerita, tempat yang menganggap emosi adalah hal valid dan tak perlu dijauhkan dari rasio.

Terima kasih banyak tim Inspirit, kawan-kawan Vibrant 28, dan Koalisi Seni Indonesia.

Hidup saya resmi memasuki fase penuh post-it dan flipchart

Siapa mau bergabung? Saya sangat merekomendasikan pelatihan ini untuk kamu yang berniat jadi fasilitator.

NB: Sebagian foto dalam posting Instagram di atas adalah hasil karya Bima.

Komentar via Facebook | Facebook comments