“Maaf, umur Mbak berapa?” tanya Indah Anggraeni, seorang pramugari Lion Air, dalam penerbangan saya pagi tadi.
Ada 12 orang yang duduk di dekat jendela darurat alias emergency exit window, tapi hanya saya yang mendapat pertanyaan itu.
Lima hari lalu, di awal penerbangan Cengkareng-Yogyakarta dengan pesawat Batavia Air, pramugarinya juga menanyakan hal serupa. Padahal ada lima penumpang lain yang juga menempati kursi di barisan dekat jendela darurat.
Saya memang memilih duduk di barisan itu agar mudah menyelamatkan diri. Sesuai kebiasaan dan saran Ayah tercinta. Kalau terjadi hal-hal yang tak diinginkan, semisal pendaratan darurat di laut ataupun darat, kita bisa lebih cepat selamat. (Semoga, hehe.)
Kursi di deret itu juga memberikan keuntungan lain: ruang untuk kaki yang lebih lega. Meski kaki saya terbilang pendek hahaha. Tapi jejeran kursi di pesawat penerbangan hemat seperti Batavia, Lion, dan Wings umumnya ditata serapat mungkin agar memuat lebih banyak penumpang. Karena harga jadi prioritas nomor satu, kenyamanan cuma dapat jatah nomor kesekian ratus. Aw.
Nah, ruang kaki ekstra hanya ada di baris terdepan dan dekat jendela darurat. Sebenarnya sih supaya orang lebih mudah lewat saat evakuasi. Di Air Asia, penumpang dikenai biaya tambahan kalau mau duduk di situ. Untungnya Batavia dan Lion belum menerapkan aturan yang sama.
Duduk di bangku itu punya konsekuensi lain, yakni harus siap membantu membuka jendela dalam keadaan darurat. Nah, sederet syarat menyertai para penumpang yang duduk di bangku panas (kalau ac-nya mati… XD).
Pertama, harus sehat jasmani dan rohani. Tapi nggak ada tesnya. Dan nggak ditanyain sama si pramugari. Soalnya ribet kalau harus gelar tes kesegaran jasmani di lorong pesawat yang sempit.
Kedua, tidak bepergian bersama anak-anak, orang lanjut usia, atau orang berkebutuhan khusus. Jadi bisa langsung buka jendela sewaktu dikomando awak pesawat, karena nggak repot ngurus orang lain.
Ketiga, mau membantu awak pesawat saat keadaan darurat benar-benar terjadi.
Keempat, memenuhi syarat usia minimal. Melewati batas usia tertentu, orang sepertinya dianggap lebih dewasa untuk mengambil keputusan dan bertindak. Meski nyatanya nggak selalu, sih.
Batas usia yang diterapkan tiap maskapai tidak sama. Di Batavia, menurut kartu petunjuk yang ada di kantung penumpang bangku panas, usia minimal yang disyaratkan adalah 15 tahun. Di Lion, batasnya 18 tahun.
Jadi, pertanyaan dua pramugari di dua maskapai yang berbeda itu menyiratkan bahwa mereka mengira saya belum 15 atau belum 18 tahun. Eh, saya awet muda, ya?
“Bukan awet muda, tapi kontet, Bung!” ujar Ibu sambil ketawa saya saat mendengar cerita ini. Yah, badan ini memang sudah tidak bisa tumbuh lebih tinggi dari 157 cm. Yang ada malah tumbuh melebar…
Oh ya, omong-omong, umur saya sudah 25 tahun.
Ratri Galuh
Tapi mb tenang aja, mb keliatan lebih muda