Ramadhan Sendirian

Yah, sebenernya nggak sendiri-sendiri amat, sih. Ada kawan-kawan kuliah yang puasa juga. Tapi nggak ada yang tinggal di koridor yang sama atau di bangunan yang sama. Mau sahur atau buka bareng kawan di bangunan asrama seberang, saya nggak seniat itu untuk bela-belain cuci muka, ganti baju (masa’ dasteran nyeberang jalan jam 3 pagi?), dan buka kunci di pintu-pintu laknat *lebay*
Walhasil, sahur dan buka ya… sendirian aja.

Selama puasa di Den Haag (dua hari awal Ramadhan di Barcelona, saya pakai “kartu” keringanan sebagai musafir, jadi nggak puasa dulu, dibayar belakangan — kayak kredit ya jadinya), memang sempat makan malam bareng beberapa anak Indonesia yang kuliah di ISS. Tempatnya di mana lagi kalau bukan di Fat Kee, restoran andalan nan murah meriah berbonus MSG. Selain itu, ya, manyun sendiri di kamar.

Kesannya kok memelas amat, ya. Tapi memang memelas, kok, apalagi ini bulan supersepi di ISS, kebanyakan teman masih sibuk penelitian tesis di negaranya masing-masing. Dengan “kebanyakan”, maksudku adalah teman-teman yang ambil program master “normal” yang 15,5 bulan, bukan 12 bulan seperti saya. *tarik napas panjang demi mencegah serangan panik tiap kali mengingat tesis belum sampai mana-mana*

Kembali ke topik, soal Ramadhan, ini pertama kali saya puasa di luar Indonesia. Ndilalah kok ya pas musim panas, saat matahari bersinar dengan ramah selama 18 jam. Artinya ya segitu panjangnya lah masa saya harus menahan nafsu minum, makan, marah, dan nafsu-nafsu lainnya.

Menu berbuka dan sahur ya seadanya. Baru sempat masak dua kali, sih. Nasi goreng dengan cah daging sapi dan brokoli (sisa dari Fat Kee, bukan pas makan bareng tapi pas makan sendiri aja… duh ini kata “sendiri” kayaknya terlalu banyak dipajang dalam postingan ini), dan pasta triwarna saus daging sapi dan tomat. Sekali masak, bisa buat tiga sampai empat kali makan. Bosan ya bosan, tapi berhubung saya pemalas dan pengirit, ya.. glek aja langsung.

Lihat dua foto ini, makanannya nggak bikin nafsu ya? Memang. Hiks.

Untuk berbuka, ada stok apel (beli 2 kg di supermarket supaya murah) yang dua kali saya goreng tapi seringnya sih langsung dimakan, coklat, kue stroberi, serta jus apel dan stroberi (sekarang sih sudah ludes).

Tarawihan? Lagi-lagi sendiri. Bisa aja sih kalau mau ke masjid, katanya masjid KBRI gelar tiap hari tapi maaaaak di sini Isya-nya nyaris jam 12 malam, malas juga harus jauh-jauh ke sana. Oya tiap hari Jumat katanya KBRI gelar buka bersama, mari kita lihat Jumat nanti apa yang bisa saya bungkus hikmah yang bisa saya dapatkan darinya.

Bagaimana puasamu? 🙂

Komentar via Facebook | Facebook comments

← Previous post

Next post →

7 Comments

  1. Ayah

    Semangat anakku! Been there, done that, and survived!

  2. Duhhh seddiiih banget postinganmu….hiks, tenang Bung…inilah hikmah puasa, diuji kesabaran dan segala kegalauan, insya Allah kalau ikhlas dan sabar menjalaninya…pasti bahagia di hari kemenangan…hehehe…*apasihibu?*

    Pesan moralnya : emang enak puasa sendirian? selamet ye…..he he he…seuri attuh say, pan sekarang udah gak puasa 🙂

  3. okta

    beneran tuh makanannya gak menggugah selera banget

  4. apraseno

    tenang aja, makanannya buat napsu kok bung, apalagi aku yang baru dateng dan buka kulkas isinya cuma kismis…glegh dahh

    • wahaha welcome back! udah bagus ada kismis. daripada makanan jamuran di dapur… *jijik liat ada makanan ga tau berapa lama dianggurin di sana*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *