Bulan lalu, saya berkesempatan mengikuti diskusi tentang Perempuan dalam Islam bersama Prof. Musdah Mulia. Acara ini diselenggarakan tim Indonesia Feminis dan Cherbon Feminist sebagai kelanjutan Xpedisi Feminis ke Cirebon. Berikut beberapa poin dalam diskusi tersebut, yang sebelumnya sempat saya sarikan dalam Instagram stories di @bungamanggiasih:
Penafsiran dan terjemahan yang seksis
- Apakah betul dalam ajaran Islam, perempuan adalah subordinat? Tapi Islam seperti apa maksud Anda? Islam yang diamalkan, atau Islam yang normatif dalam Al-Quran? Kalau normatif dalam Al-Quran, itu pun tergantung siapa yang membaca.
- Ingat, Al-Quran diturunkan dalam Bahasa Arab pada abad ketujuh. Ini bahasa yang sangat seksis di tengah masyarakat patriarkis.
- Dalam Al-Quran, Allah selalu ditulis dengan kata ganti “huwa” sehingga dalam gambaran kita, Tuhan itu laki-laki. Padahal bisa dibilang Dia adalah Dzat yang feminin, karena dalam asmaul husna pun nama-Nya lebih banyak yang bersifat feminin.
- Kalau mau membaca Al-Quran secara harfiah, maka tidak ada perintah shalat untuk perempuan, semuanya ditujukan kepada lelaki.
- Penafsir dan penerjemah mungkin tidak sengaja menjadikan produknya seksis, karena pemahamannya dibentuk oleh budaya tempat ia hidup. Maka pemahaman terhadap konteks turunnya ayat dan hadits sangat penting.
- Dalam Al-Quran berbahasa Arab, tidak pernah disebutkan Adam turun lebih dulu daripada Hawa. “Kami ciptakan kamu dari jenis yang satu” ini maksudnya diciptakan dalam satu spesies. Tapi penerjemah bahasa Indonesia menambahkan “(Adam)”.
- Masalahnya, masyarakat kita mengira terjemahan dan tafsir sama sakralnya dengan Al-Quran. Kalau menentang terjemahan dan tafsir, dianggap menentang agama.
Manusia sebagai Khalifah
Manusia diciptakan Allah sebagai khalifah, yakni pemimpin, manajer setidaknya untuk diri sendiri. 3 hal yang harus dikelola manusia:
- pikiran, agar selalu berpikir positif
- kalbu, sehingga selalu berdzikir pada Allah
- syahwat — ingat, dalam Al-Quran yang disuruh pertama kali mengelola syahwatnya adalah lelaki, baru kemudian perempua
Kejatuhan Adam dari Surga
Ada hadits palsu yang menyebutkan, hati-hati terhadap godaan perempuan, karena lebih berbahaya dari godaan iblis. Ini berakar dari tudingan bahwa Hawa yang tergoda oleh iblis, sehingga mempengaruhi Adam untuk memakan buah khuldi.
Padahal dalam Al-Araf 20-22 disebutkan setan membisiki Adam DAN Hawa, dan keduanya tergoda.
Kepemimpinan perempuan
Perempuan sering dihambat jadi pemimpin karena ada hadits menyatakan tidak akan beruntung suatu kaum jika dipimpin oleh wanita. Ini bertentangan dengan ayat-ayat Al-Quran yang mengagumi kualitas kepemimpinan Ratu Bilqis.
Kita perlu kritis terhadap hadits. Hadits tersebut hanya diriwayatkan oleh satu orang, dan disampaikan saat ia berusia 70 tahun. Konteksnya apa? Apakah ada unsur politis?
Tauhid dan kesetaraan
Prinsip tauhid Islam adalah hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah SWT. Yang lain adalah makhluk. Ini membawa kita pada prinsip kesetaraan, bahwa kita semua sederajat sebagai makhluk. Suami adalah mitra, bukan untuk disembah.
Banyak yang takut mendengarkan ceramah saya karena takut durhaka. Padahal saya tetap bersikap baik kepada suami sebagai bentuk ketaatan pada Allah.
Jangan pernah bersandar kepada sesama manusia. Bersandarlah kepada Allah.
Istri sholehah
Kalau mau mencontoh para istri Nabi, maka seharusnya istri sholehah itu mandiri, aktif, dan kritis. Ingat, Khadijah adalah pebisnis lintas negara yang sukses, bukan sekadar janda kaya. Ummu Salamah bisa mengalahkan Umar bin Khattab dalam debat.
Kalau mau jadi suami sholeh, contohlah Nabi yang suka mengerjakan hal-hal domestik seperti menjahit baju, menambal sandal, dan mengasuh cucunya. Dulu ia juga sering menggendong anak perempuannya, Fatimah, ke mana-mana. Ini hal sangat aneh untuk Arab pada zaman itu.
Islam dan kesetaraan
Nabi Muhammad SAW diutus ke masyarakat yang menganggap perbudakan dan eksploitasi manusia sebagai hal wajar. Gagasan kesetaraan Islam mungkin terlalu maju untuk masanya, makanya setelah Nabi wafat, hal ini malah hilang.
Deklarasi Universal HAM baru ada 1948, itu pun baru 1962 menjadi lebih sadar gender dengan mengganti “every man” ke “every human being”. Konvensi anti perbudakan baru belakangan diratifikasi, dan Arab Saudi jadi negara terakhir yang menandatanganinya, tahun 1973.
Kritik untuk Aceh
Mengapa saat menegakkan syariat Islam, yang pertama dilakukan adalah mengkooptasi perempuan dengan kewajiban berjilbab? Perempuan jadi sasaran karena sangat mudah dan biayanya murah.
Padahal kalau betul-betul ingin menegakkan syariat Islam, seharusnya membangun kualitas pendidikan lebih baik. Karena ayat pertama Al-Quran adalah iqra, bacalah. Sampai sekarang, Aceh selalu masuk kategori provinsi dengan kualitas pendidikan rendah. Ini sebuah ironi.
Perempuan dan terorisme
Kebijakan baru ISIS adalah menjadikan perempuan sebagai aktor utama teror. Alasannya, perempuan perlu biaya lebih rendah, lebih loyal, dan lebih gampang menembus pengamanan.
Kisah tentang Asma, kakak Aisyah yang sangat militan membela Islam dengan ikut perang, dipakai ISIS sebagai pembenaran.
Perempuan kalau bisa jadi agen terorisme, seharusnya bisa jadi agen perdamaian.
Frustrasi terhadap ayat misoginis?
Kalau merasa buntu berhadapan dengan ayat berbau misoginis, ingat bahasa Arab itu seksis. Mari pahami Al-Quran secara menyeluruh, jangan sikapi isu berdasar 1-2 ayat karena ada sekitar 6.600 ayat di dalamnya. Pahami semua ayat terkait, bagaimana urutan turunnya, apa konteksnya.
Misal pernikahan Islam di Indonesia, umumnya malah seolah dua lelaki yang “menikah” dalam ijab qabul, antara mempelai lelaki dan wali nikah. Padahal pernikahan adalah komitmen kuat antara dua orang yang setara. Dalam pelaksanaan nikah secara mazhab Hanafi di Turki, Maroko, dan Tunisia, yang ijab qabul adalah mempelai lelaki dan perempuan. Orang tua menyaksikan, penghulu mencatat.
Langkah ke depan
1. Rekonstruksi budaya agar lebih egaliter
Mulai dari diri sendiri, berbagilah tugas dalam keluarga. Tidak boleh ada yang merasa dominan dan terdiskriminasi.
2. Reformasi kebijakan publik
3. Reinterpretasi kitab suci yang mendorong pada tujuan akhir agama, yakni kemaslahatan untuk seluruh manusia, memanusiakan manusia.
Menghadapi pembenci
Musdah Mulia sangat sering dituding liberal, antek Amerika Serikat dan Yahudi, pecinta LGBT dsb dsb yang dianggap kubu “seberang” sebagai hinaan.
Dengan suara bergetar ia bercerita bagaimana ia belajar banyak dari segala cercaan tersebut.
“Ini lebih banyak hikmahnya untuk saya, bukan bencana. Kata almarhum Gus Dur, semua itu iklan gratis, nggak usah dipikirin, jangan buang energi membalas hal-hal seperti itu.”
Nah, demikian cuplikan diiskusi tersebut, semoga bermanfaat untuk kalian yang menyempatkan diri membacanya 🙂 Tulisan lebih koheren soal diskusi ini bisa dibaca dalam artikel yang ditulis Elma Adisya di Magdalene, Menegakkan Kesetaraan Gender lewat Pemahaman Islam Secara Kontekstual.
Adapun oleh-oleh dari Xpedisi Feminis ke Cirebon bisa disimak dalam highlight Instagram stories ini. Kapan-kapan kalau saya dapat wangsit kerajinan tangan dan otak, akan saya ketikkan untuk blog juga.
Oya, November nanti Xpedisi Feminis juga akan mengadakan ekspedisi berikutnya, temanya peran perempuan dalam perjuangan kemerdekaan di Banten. Cek Instagram mereka (@xpedisifeminis) untuk kabar terbarunya ya.
Saya sangat berterima kasih pada panitia ekspedisi yang sungguh kece inisiatif dan kinerjanya. Kunjungan ke Nyai & Kyai progresif di Cirebon kemarin sukses mengembalikan kepercayaan saya terhadap masa depan Islam dan penganutnya. Jujur saja hati saya sempat kacau balau akibat perkembangan kekinian nan menyedihkan. Sekarang bisa lebih optimis lagi 🙂
Reh Atemalem
Aku senang betul kamu merangkum ini di blog. Makasii Bungaaa.. ^^
bunga
Sama-sama Re, aku juga senang betul ada yang baca dan mengapresiasi. Semoga berguna ya :*