Satu malam, satu percakapan dengan teman. Topik pembicaraan: pernikahan. Saya bilang sedang tak percaya pada lembaga itu. Pendamping hidup masih saya inginkan, tapi pernikahan, ah, rasanya tak penting-penting amat.
Teman saya ini sudah punya pacar, tapi sering menyeleweng ke mana-mana hahaha. Nah, ternyata dia merespon, “Pernikahan itu masih penting. Tapi mungkin konsep pernikahan itu yang harus diubah.”
“Maksud kamu?”
“Kalau biasanya dalam pernikahan itu cuma satu lelaki dan satu perempuan, atau satu lelaki dan beberapa perempuan, nantinya jumlah itu bisa berubah. Misalnya, dalam satu rumah ada lima lelaki dan lima perempuan, yang saling mencintai atau saling suka dan bisa berganti-ganti pasangan.”
Ah gila betul teman saya ini. “Masalahnya, nanti bagaimana menentukan siapa ayah anak-anak dari keluarga itu? Setahuku, asal-usul itu sangat penting agar anak-anak yang hubungan kekeluargaannya dekat tak saling kawin. Kakak yang kawin dengan adiknya, atau sepupu yang dekat yang saling kawin, sangat berpotensi menghasilkan keturunan yang cacat.”
“Ya, bikin saja ketentuan, si anak dari keluarga itu tak boleh menikah dengan anak lainnya dari keluarga yang sama.”
“Tapi bagaimana kalau si anak sudah besar, keluar dari rumah, berkelana dan jatuh cinta sama seseorang tanpa tahu orang itu juga ternyata berasal dari ‘keluarga’ yang sama?”
“Hmmm. Iya juga ya,” kata dia sambil manggut-manggut.
“Tetap beranggapan konsep ‘keluarga’-mu itu akan terwujud di masa depan?”
“Iya.”
Halah.
Leave a Reply